DAMPAK PEMANASAN GLOBAL DI KEPAHIANG DAN UPAYA PENANGANANNYA

DAMPAK PEMANASAN GLOBAL DI KEPAHIANG DAN UPAYA PENANGANANNYA 

(Wulandari E1B018004)

 

 

 

 

I. PENDAHULUAN

               Pemanasan global telah terjadi semenjak abad 20, mulai dari awal revolosi industri di negara-negara eropa, pemanasan global memberikan dampak terhadap perubahan iklim global sebagai akibat dari efek rumah kaca dan pemenuhan emisi gas CO2 di udara yang dapat mengakibatkan perubahan kondisi suhu golobal dan mempengaruhi kondisi siklus metereologi dan geologi, yang mengakibatakan bencana alam dimana kondisi terjadinya bencana memiliki hubungan dengan pemanasan global dan kenaikan muka air laut oleh karena adanya penambahan masa air laut akibat pencairan es di kutub yang ditimbulkan setiap tahunnya, terjadinya El Nino, banjir akibat faktor cuaca yang tidak menentu dan sering juga berbarengan dengan bencana longsor, badai tropis, dan badai siklon. Risiko bencana yang dapat ditimbulkan berupa hilangnya keberfungsiaan masyarakat, korban, kerugian material, kerusakan fisik dan kerusakan lingkungan. Dalam dua dekade ini telah terjadi pertumbuhan penduduk di dunia yang sangat pesat, kebutuhan akan pemenuhan hidupnya mengakibatkan bertambahnya pasokan emisi gas dan efek rumah kaca di bumi yang tidak seimbang dengan daya tampung wilayahnya,  kondisi ini akan terjadi dari tahun ke tahun yang menjadi permasalahan serius bagi dunia sebagai dampak perubahan iklim. Bencana ekologis akan terjadi apabila keseimbangan antara makluk hidup dan tempat tinggalnya tidak terpenuhi, sehingga menjadi suatu ancaman (hazard) yang dapat mengakibatkan risiko bencana apabila ada kerentanan (vulnerability) di dalam suatu lingkungan masyarakat dalam menerima ancaman.  Selain itu juga pemanasan global terjadi akibat dari kegiatan ekploitasi secara besar-besaran terhadap sumberdaya alam yang menjadi bagian dari siklus keseimbangan alam. 

               Bencana ekologis merupakan fenomena alam yang terjadi akibat adanya perubahan tatanan ekologi yang mengalami ganguan atas beberapa faktor yang saling mempengaruhi antara manusia, makluk hidup dan kondisi alam. Alam sebagai tempat tinggal dan segala sesuatu yang memberikan keseimbangan lingkungan, bencana ekologi sering terjadi akibat akumulasi krisis ekologi yang disebabkan oleh ketidakadilan dan gagalnya pengurusan alam yang mengakibatkan kolapsnya tata kehidupan manusia, kondisi ini juga dipercepat dengan dampak yang dilakukan oleh kegiatan manusia dalam mengelola lingkungan sehingga mempengaruhi pemanasan global di bumi yang berujung pada terjadinya bencana-bencana dimana-mana, pengaruhuh utama dari pemanasan global terhadap terjadinya bencana adalah perubahan suhu udara yang semakin meningkat sehingga mengakibatkan perubahan musim yang tidak seimbang dan memicu percepatan siklus geologi dan metereologi.

Dampak lingkungan dari pemanasan global di daerah kabupaten kepahiang yaitu banjir bandang. Banjir yang terjadi menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Kerugian dari banjir itu sendiri mencakup kehilangan harta seperti kehilangan ternak yang tenggelam dan ladang yang terendam. Banjir bandang yang terjadi diduga akibat PLTU Musi meluap  akibat hujan yang mengguyur seluruh wilayah kepahiang. Banjir bandang yang meluap menghapus jembatan penghubung satu-satunya akses keluar masuk dua desa di kepahiang. Warga terkepung banjir tak bisa keluar desa untuk mengungsi, sementara hujan masih terus mengguyur.

 

II. PEMBAHASAN

Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia. Definisi banjir adalah keadaan dimana suatu daerah tergenang oleh air dalam jumlah yang besar.  Kedatangan banjir dapat diprediksi dengan memperhatikan curah hujan dan aliran air. Namun kadangkala banjir dapat datang tiba-tiba akibat dari angin badai atau kebocoran tanggul yang biasa disebut banjir bandang. Penyebab banjir mencakup curah hujan yang tinggi; permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut; wilayah terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan sedikit resapan air; pendirian bangunan disepanjang bantaran sungai; aliran sungai tidak lancar akibat terhambat oleh sampah; serta kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai. Meskipun berada diwilayah "bukan langganan banjir'. Setiap orang harus tetap waspada dengan kemungkinan bencana alam ini.

Penyebab Banjir

Berdasarkan pengamatan, bahwa banjir disebabkan oleh dua katagori yaitu banjir akibat alami dan banjir akibat aktivitas manusia. Banjir akibat alami dipengaruhi oleh curah hujan, fisiografi, erosi dan sedimentasi, kapasitas sungai, kapasitas drainase dan pengaruh air pasang. Sedangkan banjir akibat aktivitas manusia disebabkan karena ulah manusia yang menyebabkan perubahan-perubahan lingkungan seperti : perubahan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS ), kawasan pemukiman di sekitar bantaran, rusaknya drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir, rusaknya hutan (vegetasi alami ), dan perencanaan sistim pengendali banjir yang tidak tepat.

1. Penyebab Banjir Secara Alami

a. Curah Hujan

Oleh karena beriklim tropis, Indonesia mempunyai dua musim sepanjang tahun, yakni musim penghujan umumnya terjadi antara bulan Oktober–Maret dan musim kemarau terjadi antara bulan AprilSeptember. Pada musim hujan, curah hujan yang tinggi berakibat banjir di sungai dan bila melebihi tebing sungai maka akan timbul banjir atau genangan.

b. Pengaruh Fisiografi

Fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk, fungsi dan kemiringan daerah aliran sungai  (DAS ), kemiringan sungai, geometric hidrolik  (bentuk penampang seperti lebar, kedalaman, potongan memanjang, material dasar sungai ), lokasi sungai dan lain-lain merupakan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.

 

c. Erosi dan Sedimentasi

Erosi di DAS berpengaruh terhadap pengurangan kapasitas penampang sungai. Erosi menjadi problem klasik sungai-sungai di Indonesia. Besarnya sedimentasi akan mengurangi kapasitas saluran sehingga timbul genangan dan banjir di sungai. Sedimentasi juga merupakan masalah besar pada sungai-sungai di Indonesia. Menurut Rahim  (2000), erosi tanah longsor (land- slide ) dan erosi pinggir sungai (stream bankerosion ) memberikan sumbangan sangat besar terhadap sedimentasi di sungai-sungai, bendungan dan akhirnya ke laut.

d. Kapasitas Sungai

Pengurangan kapasitas aliran banjir pada sungai dapat disebabkan oleh pengendapan berasal dari erosi DAS dan erosi tanggul sungai yang berlebihan. Sedimentasi sungai terjadi karena tidak adanya vegetasi penutup dan adanya penggunaan lahan yang tidak tepat, sedimentasi  ini menyebabkan terjadinya agradasi dan pendangkalan pada sungai, hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kapasitas tampungan sungai, fenomena ini menyebabkan meluapnya air dari alur sungai keluar dan menyebabkan banjir.

e. Kapasitas Drainasi yang tidak memadai

Sebagian besar kota-kota di Indonesia mempunyai drainasi daerah genanga yang tidak memadai, sehingga kota-kota tersebut sering menjadi langganan banjir di musim hujan.

 

f. Pengaruh air pasang

Air pasang laut memperlambat aliran sungai ke laut. Pada waktu banjir bersamaan dengan air pasang yang tinggi maka tinggi genangan atau banjir menjadi besar karena terjadi aliran balik  (backwater ). Fenomena genangan air pasang  (Rob ) juga rentan terjadi di daerah pesisir sepanjang tahun baik di musim hujan dan maupun di musim kemarau.

 

2. Penyebab Banjir Akibat Aktifitas Manusia

a. Perubahan kondisi DAS

Perubahan kondisi DAS  seperti penggundulan hutan, usaha pertanian yang kurang tepat, perluasan kota, dan perubahan tataguna lainnya dapat memperburuk masalah banjir karena meningkatnya aliran banjir. Dari persamaan-persamaan yang ada, perubahan tata guna lahan berkontribusi besar terhadap naiknya kuantitas dan kualitas banjir.

 

b. Kawasan kumuh dan Sampah

Perumahan kumuh (slum) di sepanjang bantaran sungai dapat menjadi penghambat aliran. Masalah kawasan kumuh ini menjadi faktor penting terjadinya banjir di daerah perkotaan.Disiplin masyarakat untuk membuang sampah pada tempat yang ditentukan masih kurang baik dan banyak melanggar dengan membuang sampah langsung ke alur sungai,  hal ini biasa dijumpai di kota-kota besar. Sehingga dapat meninggikan muka air banjir disebabkan karena aliran air terhalang.

c. Drainasi lahan

Drainasi perkotaan dan pengembangan  pertanian pada daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam menampung debit air yang tinggi.

 

d. Kerusakan bangunan pengendali air

Pemeliharaan yang kurang memadai dari bangunan pengendali banjir sehingga menimbulkan kerusakan dan akhirnya tidak berfungsi dapat meningkatkan kuantitas banjir.

 

e. Perencanaan sistim pengendalian banjir tidak tepat

Beberapa sistim pengendalian banjir memang dapat mengurangi kerusakan akibat banjir kecil sampai sedang, tetapi mungkin dapat menambah kerusakan selama banjir- banjir yang besar. Semisal, bangunan tanggul sungai yang tinggi. Limpasan  pada tanggul ketika terjadi banjir yang melebihi banjir rencana dapat menyebabkan keruntuhan tanggul. Hal ini mengakibatkan kecepatan aliran yang sangat besar melalui tanggul yang bobol sehingga menibulkan banjir yang besar.

 

f. Rusaknya hutan (hilangnya vegetasi alami)

Penebangan pohon dan tanaman oleh masyarakat secara liar (Illegal logging), tani berpindah-pindah dan permainan rebiosasi hutan untuk bisnis dan sebagainya menjadi salah satu sumber penyebab terganggunya siklus hidrologi dan terjadinya banjir.

 

 

Strategi Dan Pendekatan Minimasi Dampak

 

1. Pemetaan Unsur-Unsur Rawan Atau Rentan. Dengan memetakan daerah rawan serta menggabungkan data itu dengan rancangan kegiatan persiapan dan penanggulangan. Suatu strategi dapat dirancang di daerah-daerah luapan air dengan langkah-langkah pengendalian banjir. Para perencana dapat meminta masukan dari berbagai bidang keilmuan untuk menilai risiko-risiko, tingkat risiko yang masih diterima/dianggap cukup wajar  (ambang risiko) dan kelayakan kegiatan-kegiatan lapangan yang direncanakan. Informasi dan bantuan dapat diperoleh dari berbagai sumber, dari badan-badan internasional hingga ke komunitas masyarakat.

 

2. Pemetaan Daerah-Daerah Luapan Air/Jalur

Banjir. Parameter kejadian banjir 100 tahun itu memaparkan areal yang memiliki kemungkinan 1% terlanda banjir dengan ukuran tertentu pada tahun tertentu. Frekuensi-frekuensi lain mungkin bisa juga dipakai, misalnya 5, 20, 50 atau 500 tahun, tergantung kepada ambang risiko yang ditetapkan untuk suatu evaluasi  (Kodoati dan Sugiyanto, 2002). Peta dasar dipadukan dengan peta-peta lain dan datadata lain, membentuk gambaran lengkap/utuh tentang jalur banjir. Masukan-masukan lain yang menjadi bahan pertimbangan diantaranya: Analisis kekerapan banjir, Peta-peta pengendapan, Laporan kejadian dan kerusakan, Peta-peta kemiringan/ lereng, Peta-peta vegetasi (lokasi tumbuh tanaman, jenis dan kepadatannya), Peta-peta  lokasi pemukiman, industri dan kepadatan penduduk dan Peta-peta infrastruktur.  Untuk menanggulangi masalah ini bisa digunakan teknik-teknik penginderaan jauh. Sedangkan teknik-teknik pemetaan tradisional jarang dilakukan, walaupun biaya operasinya akan kira-kira sama efektif sebab tidak menghemat tenaga dan waktu  (metode-metode pengumpulan data tradisional sangat padat karya dan memakan waktu lama ), misalnya dalam kajian daur- hidrologi  (penelitian hidrologis) pada daerah/DAS yang luas.

 

3. Pemetaan Daerah Bencana-bencana Lain

Banjir sering menyebabkan (terjadi bersamaan dengan atau menjadi akibat dari ) bencana-bencana lain. Agar daerah-daerah yang rawan terhadap lebih dari satu jenis bencana bisa diketahui, dilakukan penyusunan peta silang, sintetis atau terpadu. Peta ini merupakan alat yang sangat bagus untuk panduan perancangan program pertolongan dan penanggulangan. Namun peta ini masih memiliki kekurangan, yakni tidak memadai jika digunakan sebagai pedoman kegiatan-kegiatan yang dinamika berhubungan dengan bencana yang hanya mencakup

satu daerah tertentu saja atau bencana tertentu saja.

4. Pengaturan Tata Guna Lahan

Tujuan pengaturan tata guna lahan melalui undang-undang agraria dan peraturan-peraturan

lainnya adalah untuk menekan risiko terhadap nyawa, harta benda dan pembangunan di kawasankawasan rawan bencana (Irianto, 2006 ). Dalam kasus banjir, suatu daerah dianggap rawan bila daerah itu biasanya dan diperkirakan akan terlanda luapan air dengan dampak-dampak negatifnya; penilaian ini didasarkan sejarah banjir dan kondisi daerah. Bantaran sungai dan pantai seharusnya tidak boleh dijadikan lokasi pembangunan fisik dan pemukiman. Selain itu, Badan Pertahanan Nasional beserta departemen-departemen terkait harus memperhatikan pula kawasan perkotaan. Dengan pengaturan tata guna tanah yang dilandasi data-data ilmiah dan

dengan mengacu kepada potensi bencana, setidaknya bencana alam seperti banjir tidak akan diperparah oleh pengizinan pemakaian tanah yang tak mengindahkan sisi kelayakan.

5. Kepadatan Penduduk dan Bangunan

Di daerah-daerah rawan banjir, jumlah korban tewas maupun cedera akan langsung terkait dengan kepadatan penduduk. Bila daerah itu masih dalam tahap perencanaan pembangunan atau perluasan kawasan, rencana itu harus mencakup pula kepadatan penduduk. Bila daerah itu sudah terlanjur digunakan sebagai lokasi pemukiman liar oleh pendatang yang tergolong miskin, pengaturan kepadatan penduduk bisa menjadi isu yang rawan dan peka, penduduk harus dimukimkan kembali di tempat lain yang lebih aman dengan mempertimbangkan dampak-dampak sosial dan ekonomis perpindahan itu. Sayangnya, banyak lokasi pemukiman padat penduduk terletak di jalur banjir. Bagaimanapun para perencana pengembangan daerah dan penataan ruang harus mengambil  langkah-langkah  bijak untuk memperbaiki pemukiman itu dan menekan kerentanan terjadinya bencana/banjir.

 

 

 

6. Larangan Penggunaan Tanah Untuk Fungsi FungsiTertentu.

Suatu daerah/kawasan yang menjadi ajang banjir sedikitnya rata-rata 1-2 kali tiap 10 tahun terjadi banjir bandang, diyakini dan disarankan tidak boleh ada pembangunan skala besar di daerah itu (Lutfi, 2007 ). Pabrik, perumahan dan sebagainya sebaiknya tidak diizinkan di bangun di daerah ini demi kepentingan ekonomis, sosial dan keselamatan para penghuninya sendiri. Daerah tersebut bukan berarti sama sekali tak bisa dimanfaatkan, namun pemanfaatannya lebih disesuaikan untuk kegiatan- kegiatan dengan potensi risiko lebih kecil misalnya arena olah raga atau taman. Prasarana yang bila sampai rusak akan membawa akibat buruk yang besar, misalnya rumah sakit, hanya boleh didirikan di tanah yang aman. Pengaturan tata guna tanah akan menjamin bahwa daerah-daerah rawan banjir tidak akan menderita dua kali lipat akibat kebanjiran sekaligus pemakaian tanah yang memperparah dampak bencana itu dengan kerugian fisik, sosial, ekonomis dan korban jiwa yang lebih besar lagi. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah disarankan untuk lebih jelas dan tegas dalam membuat regulasi dan mensosialisasikan, serta menerapkan dan menindak tegas apabila regulasi dilanggar/dibengkalaikan. Hal ini sangat membutuhkan komitmen dan tanggung jawab bersama.

 

 

III KESIMPULAN

Terdapat dua katagori penyebab banjir, yaitu akibat alami dan akibat aktivitas manusia. Dalam kaitannya terjadinya banjir, maka terdapat metode pengendalian banjir, yaitu metode struktural dan non-struktural. Metode struktural ada dua jenis yaitu Perbaikan dan pengaturan sistem sungai yang meliputi sistem jaringan sungai, normalisasi sungai, perlindungan tanggul, tanggul banjir, sudetan (short cut )dan floodway; dan Pembangunan pengendalibanjir yang meliputi bendungan  (dam), kolam retensi, pembuatan check dam (penangkap sedimen), bangunan pengurang kemiringan sungai, groundsill, retarding basin dan pembuatan polder. Sedangkan  metode non struktural adalah pengelolaan DAS, yaitu pengaturan tata guna lahan, pengendalian erosi, peramalan banjir, partisipasi masyarakat, law enforcement, dsb. Pengelolan DAS berhubungan erat dengan peraturan, pelaksanaan dan pelatihan. Kegiatan penggunaan lahan dimaksudkanuntuk menghemat dan menyimpan air dan konservasi tanah.


Komentar

Postingan Populer